Mari
kita melihat satu lingkungan sederhana tetapi tidak umum. Bayangkan seorang
anak yang bermain dengan dua mainan. Yang satu, sebuah truk, mainan lama;
sedangkan yang satunya mainan baru, sebuah puzzle. Anak ini mendengar ayahnya
menggunakan kata yang tidak pernah ia dengar sebelumnya, puzzle. Bagaimana anak
ini tahu bahwa kata yang baru itu merujuk pada mainan barunya? Dari usia yang
sangat dini, anak umumnya akan mengetahui hal ini dengan mengeksklusi mainan
yang telah diketahuinya sebagai referensi—dia tahu mainan yang satu adalah truk
jadi ia menyimpulkan bahwa mainan yang lain pastilah puzzle.
Dapatkah
anak dengan ASD menggunakan prinsip tersebut? Pada 2005, Preissler dan Carey
menunjukkan bahwa anak-anak tersebut bisa. Anak ASD berusia 5 sampai 9 tahun
memiliki kemampuan sama dengan sebayanya yang memiliki kemampuan kosa kata
untuk membuat kesimpulan seperti itu. Ini adalah contoh bagaiman anak ASD dan
lingkungannya berinteraksi selama proses pembelajaran kata-kata. Memang ayahya
(atau pengujinya) yang memberikan kata-kata pada saat referensi fisik yang
benar tersedia, tetapi anak sendirilah yang menerapkan pengetahuan yang telah
dimilikinya untuk memberikan solusi pada masalah itu.
Mari kita
bayangkan lingkungan yang agak berbeda. Seorang anak bermain dengan dua mainan,
tetapi keduanya tidak familiar. Saat ia mendengar ibunya mengucapkan kata baru,
bagaimana ia tahu mainan mana yang disebut ibunya? Anak umumnya akan
memperhatikan ibunya dan membaca pandangan mata atau bahasa tubuhnya. Jika ibu
memandang salah satu mainan saat mengucap kata baru, maka anak akan
menyimpulkan bahwa kata yang diucapkan adalah nama mainan yang dipandang ibu.
Apakah anak dengan ASD menggunakan petunjuk pandangan mata
sebagai dasar menyimpulkan arti kata? Dua penelitian, satu oleh Baron-Cohen,
Baldwin, dan Crowson pada 1997, dan yang lain oleh PReissler dan Carey pada
2005, menunjukkan bahwa hal ini sulit bagi mereka. Kedua tim mengamati anak
dengan ASD, keterlambatan mental, atau tanpa hendaya (normal), dalam lingkungan
pembelajaran kata-kata seperti digambarkan tadi. Saat kata baru diucapkan,
sebagian besar anak di kelompok keterlambatan mental dan tanpa hendaya
memonitor pandangan mata pembicaranya, beralih fokus ke benda, dan memetakan
kata tersebut. Sebagian besar anak di kelompok ASD gagal memonitor petunjuk
pandangan mata sehingga mereka gagal memetakan kata tersebut.
Lingkungan
ini dapat direstruktur untuk memfasilitasi pemetaan cepat. Pada 2006, McDuffie,
Yoder, dan Stone menyajikan satu kemungkinan. Mereka sangat mendukung atensi
pada objek baru karena dinamakan dengan menyajikan satu objek pada satu waktu,
menempatkan objek dekat dengan anak, serta menunjuk atau menggerakkan
objek.
Dalam kondisi ini, anak ASD akan melihat objek dan
mereka melakukannya lebih sering bersamaan dengan pengucapan nama dibandingkan
dengan pembicaraan lain. Lingkungan yang lebih sederhana dan lebih banyak
penekanan akan membantu memfokuskan perhatian dan mengurangi tuntutan pada
memori eksekutif, yaitu proses yang diketahui berkaitan dengan pembelajranan
bahasa dan diketahui sulit bagi anak dengan ASD.
Dengan menunjuk
dan menggerakkan benda, McDuffie dan rekannya juga menekankan pentingnya
petunjuk yang mengarahkan perhatian (attention-directing cue). Pada 2007,
Parish-Morris, Hennon, Hirsh-Pasek, Golinkoff, dan Tager-Flusberg juga mencoba
strategi ini, kali ini dalam konteks dua objek tidak familiar. Mereka menemukan
bahwa saat penguji menunjuk kearah atau menyentuh, sama halnya dengan memandang,
salah satu daru dua objek, anak ASD dengan sukses akan berorientasi pada objek
dan dengan cepat memetakan namanya. Tetapi ini hanya terjadi bila objek ini
menarik minat anak. Jika membosankan, bahkan dengan bantuan gerakan menunjuk
atau menyentuh, hal ini tidak akan berhasil.
Mengapa anak ASD
gagal menggunakan pandangan mata sebagai sarana pemetaan cepat jika tidak
dibantu dengan gerakan tambahan serta penyajian objek yang sederhana atau
menyolok? Pandangan mata dan gerakan pengarah lainnya seperti menunjuk berguna
untuk menarik perhatian dan menyatakan maksud. Saat anak melihat ibunya
memandang suatu objek sambil mengucapkan kata, anak mungkin mengikuti arahan
fisik dari pandangan mata dan menemukan objek itu; anak juga mungkin
menyimpulkan bahwa ibu bermaksud untuk menamai objek tersebut.
Oleh
karena itu, kita mungkin bertanya-tanya apakah kegagalan anak ASD menggunakan
petunjuk tersebut adalah karena kegagalan mereka untuk mengeksploitasi makna
atensi atau maksud. Semakin banyak bukti mendukung penjelasan yang kedua.
Parish-Morris dan rekannya berusaha mengisolasi petunjuk maksud sosial dari
petunjuk atensi sosial.
Anak ASD berusia 3 sampai 7 tahun
dan dua kelompok anak normal dipasangkan berdasarkan intelegensi nonverbal
mereka atau tingkat partisipasi kosa kata dalam suatu tugas pembelajaran kata
yang bergantung pada membaca maksud sosial. Seorang penguji berpura-pura tidak
berhasil mencari sebuah parlu dari dalam kantong. Ia kemudian meminta anak
untuk mencarinya ke dalam kantong. Anak harus menyimpulkan bahwa objek yang
tidak dikenalnya di dalam kantong pastilah yang dimaksud si penguji, meskipun
ia tidak pernah melihatnya tetapi pada saat bersamaan mendengar namanya.
Tidak
seperti dua kelompok pembanding, kelompok ASD tidak berhasil menyelesaikan
tugas ini. Hal ini menunjukkan bahwa anak dengan ASD mengalami kesulitan
menggunakan kombinasi petunjuk yang rumit seperti ekspresi bahasa dan wajah
yang mungkin memperlihatkan kekecewaan karena tidak menemukan benda, yang
menunjukkan maksud si penguji.
Pemetaan lambat dan ekstensi
Sementara
kita mulai memahami lingkungan yang mendukung atau mempersulit pemetaan cepat
pada anak ASD, kita hanya sedikit mengetahui tentang pemetaan lambat dan
ekstensi kata pada mereka. Dua penelitian pada 1980-an menunjukkan bahwa anak
dengan ASD, seperti anak lainnya, mengetahui bahwa kata-kata dapat meluas ke
semua kategori. Pada penelitian tersebut, anak ASD memberikan hasil sama dengan
sebayanya yang setara IQ dan kemampuan bahasanya saat diminta memisahkan benda
sesuai kategori atau menamai kategori dan anggotanya. Penelitian yang lebih
baru memastikan hasil yang baik pada remaja dan dewasa dengan ASD pada tugas
yang mengharuskan pembuatan anggota kategori “hewan”.
Dalam
laboratorium kami, kami mengumpulkan bukti mengenai hasil proses pemetaan
lambat, tidak hanya prosesnya itu sendiri. Secara khusus, kami menemukan bahwa
beberapa anak ASD, berusia 9-13 tahun, memiliki pemahaman yang agak dangkal
tentang makna kata. Bukan karena mereka tidak mengenal kata; tetapi lebih
karena mereka tidak mengetahui dengan seutuhnya. Padahal, kami menemukan bahwa
anak ASD lain memiliki pengetahuan makna kata, berdasarkan usia dan IQ, yang
sangat kaya.
Pada 2005, Norbury menggambarkan kesimpulan yang
sama. Ia tidak menyelidiki kedalaman pengetahuan kata, tetapi lebih memfokuskan
pada fleksibilitas pengetahuan kata. Secara khusus, ia menanyakan anak ASD
berusia 9-17 tahun tidak hanya makna kata yang dominan (misalnya, bank sebagai
tempat menyimpan uang) tetapi juga makna sekundernya (misalnya bank [dalam
bahasa Inggris], sebagai tepian sungai). Seperti kami, ia menemukan bahwa
beberapa anak ASD memiliki pengetahuan makna sekunder yang terbatas tetapi yang
lainnya memiliki pengetahuan yang sesuai usianya.
Ini adalah
penemuan yang menggembirakan karena mereka menunjukkan bahwa karakteristik
defisit sosial dari autisme tidak selalu membatasi keberhasilan pemetaan lambat
dan ekstensi makna kata. Tetapi bagaimana dengan anak yang memiliki
keterbatasan ini? Penelitian pada balita yang sedang berkembang pada umumnya
menunjukkan bahwa memperjelas petunjuk dapat meningkatkan pemetaan lambat dan
ekstensi. Horst dan Samuelson melakukan empat eksperimen di mana anak usia 2
tahun diberikan nama benda yang tidak familiar, diuji dengan segera, dan diuji
lagi 5 menit kemudian.
Di keempat eksperimen, para peserta
tidak mengalami kesulitan dalam pemetaan cepat memasangkan kata dengan benda.
Di lain pihak, mereka dapat mempertahankan atau memperluas nama lebih baik dari
sekedar kebetulan dibandingkan pada eksperimen yang melibatkan manipulasi objek
baru dan penamaan langsung.
Dengan kata lain, jika penguji
sangat langsung memperlihatkan, menunjuk, dan melabel objek, anak akan dapat
memperluas nama objek tersebut menjadi anggota kategori lain dan mempertahankan
namanya setelah interval 5 menit. Booth dan rekan memberikan anak usia 2 tahun
dengan dua objek baru beserta namanya.
Pada beberapa anak,
penguji hanya memandang ke objek target saat menamainya, sedangkan pada anak
lain, penguji memandang dan menunjuk, pada anak yang lain lagi, penguji
memandang, menunjuk, dan memainkan objek. Semakin nyata gerakan, dari
pandangan, tunjukan, dan manipulasi, ekstensi dan retensi kata baru pada balita
selama periode 3-5 hari semakin meningkat, dengan perbedaan terbesar pada
pandangan dan tunjukan vs pandangan saja.
Pada 2005, Capone
dan McGregor menemukan bahwa balita mengingat kata baru lebih mudah dan
memiliki pengetahuan makna kata lebih dalam jika kata tersebut diajarkan dalam
konteks gerakan yang menekankan makna (misalnya, bentuk atau fungsi) objek
dibandingkan bila kata dan objek yang sama diajarkan tanpa bantuan gerakan.
Meskipun terlalu jauh untuk mengasumsikan bahwa strategi yang sama akan
mendukung pemetaan lambat dan ekstensi pada anak ASD, strategi ini memang
menggunakan modalitas visual, yang merupakan sarana yang kuat bagi anak ASD.
Kesimpulan
Secara
singkat, mengingat pembelajaran kata bergantung pada kemampuan membaca petunjuk
sosial dari individu lain, anak dengan ASD akan mengalami kesulitan dalam
melakukannya. Kita mengetahui bahwa anak-anak ini memiliki kesulitan dalam
pemetaan cepat dalam situasi di mana petunjuk atensi sosial yang halus seperti
pandangan mata atau petunjuk sosial yang lebih rumit ke arah maksud menentukan
keberhasilan.
Kami memiliki sedikit bukti yang menunjukkan
bahwa ketidakmampuan membaca petunjuk sosial membatasi pemetaan lambat dan
ekstensi kata; tetapi sekali lagi, kami memiliki sedikit bukti mengenai
proses-proses ini.
Kami menemukan bahwa beberapa anak ASD
dapat dan memang mengalami perkembangan pengetahuan makna kata sesuai usianya,
dan, untungnya, peneliti lain memperoleh hasil yang sama.
Kami
tidak mengetahui dengan pasti cara terbaik untuk membantu anak yang mengalami
kendala dalam proses pembelajaran kata, tetapi literatur menunjukkan bahwa anak
dengan ASD, seperti halnya anak lain yang sedang berkembang pada umumnya, akan
belajar lebih baik dalam lingkungan di mana kompleksitas informasi yang masuk
dikurangi dan petunjuk atensi yang penting diperjelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar