Jumat, 28 Oktober 2011

Cepat dan Lambatnya Anak dengan Autisme


         Mari kita melihat satu lingkungan sederhana tetapi tidak umum. Bayangkan seorang anak yang bermain dengan dua mainan.  Yang satu, sebuah truk, mainan lama; sedangkan yang satunya mainan baru, sebuah puzzle. Anak ini mendengar ayahnya menggunakan kata yang tidak pernah ia dengar sebelumnya, puzzle. Bagaimana anak ini tahu bahwa kata yang baru itu merujuk pada mainan barunya? Dari usia yang sangat dini, anak umumnya akan mengetahui hal ini dengan mengeksklusi mainan yang telah diketahuinya sebagai referensi—dia tahu mainan yang satu adalah truk jadi ia menyimpulkan bahwa mainan yang lain pastilah puzzle. 
 
Dapatkah anak dengan ASD menggunakan prinsip tersebut? Pada 2005, Preissler dan Carey menunjukkan bahwa anak-anak tersebut bisa. Anak ASD berusia 5 sampai 9 tahun memiliki kemampuan sama dengan sebayanya yang memiliki kemampuan kosa kata untuk membuat kesimpulan seperti itu. Ini adalah contoh bagaiman anak ASD dan lingkungannya berinteraksi selama proses pembelajaran kata-kata. Memang ayahya (atau pengujinya) yang memberikan kata-kata pada saat referensi fisik yang benar tersedia, tetapi anak sendirilah yang menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk memberikan solusi pada masalah itu.
 
 Mari kita bayangkan lingkungan yang agak berbeda. Seorang anak bermain dengan dua mainan, tetapi keduanya tidak familiar. Saat ia mendengar ibunya mengucapkan kata baru, bagaimana ia tahu mainan mana yang disebut ibunya? Anak umumnya akan memperhatikan ibunya dan membaca pandangan mata atau bahasa tubuhnya. Jika ibu memandang salah satu mainan saat mengucap kata baru, maka anak akan menyimpulkan bahwa kata yang diucapkan adalah nama mainan yang dipandang ibu.  
 
 Apakah anak dengan ASD menggunakan petunjuk pandangan mata sebagai dasar menyimpulkan arti kata? Dua penelitian, satu oleh Baron-Cohen, Baldwin, dan Crowson pada 1997, dan yang lain oleh PReissler dan Carey pada 2005, menunjukkan bahwa hal ini sulit bagi mereka. Kedua tim mengamati anak dengan ASD, keterlambatan mental, atau tanpa hendaya (normal), dalam lingkungan pembelajaran kata-kata seperti digambarkan tadi. Saat kata baru diucapkan, sebagian besar anak di kelompok keterlambatan mental dan tanpa hendaya memonitor pandangan mata pembicaranya, beralih fokus ke benda, dan memetakan kata tersebut. Sebagian besar anak di kelompok ASD gagal memonitor petunjuk pandangan mata sehingga mereka gagal memetakan kata tersebut.
 
 Lingkungan ini dapat direstruktur untuk memfasilitasi pemetaan cepat. Pada 2006, McDuffie, Yoder, dan Stone menyajikan satu kemungkinan. Mereka sangat mendukung atensi pada objek baru karena dinamakan dengan menyajikan satu objek pada satu waktu, menempatkan objek dekat dengan anak, serta menunjuk atau menggerakkan objek. 
 
 Dalam kondisi ini, anak ASD akan melihat objek dan mereka melakukannya lebih sering bersamaan dengan pengucapan nama dibandingkan dengan pembicaraan lain. Lingkungan yang lebih sederhana dan lebih banyak penekanan akan membantu memfokuskan perhatian dan mengurangi tuntutan pada memori eksekutif, yaitu proses yang diketahui berkaitan dengan pembelajranan bahasa dan diketahui sulit bagi anak dengan ASD.
 
 Dengan menunjuk dan menggerakkan benda, McDuffie dan rekannya juga menekankan pentingnya petunjuk yang mengarahkan perhatian (attention-directing cue). Pada 2007, Parish-Morris, Hennon, Hirsh-Pasek, Golinkoff, dan Tager-Flusberg juga mencoba strategi ini, kali ini dalam konteks dua objek tidak familiar. Mereka menemukan bahwa saat penguji menunjuk kearah atau menyentuh, sama halnya dengan memandang, salah satu daru dua objek, anak ASD dengan sukses akan berorientasi pada objek dan dengan cepat memetakan namanya. Tetapi ini hanya terjadi bila objek ini menarik minat anak. Jika membosankan, bahkan dengan bantuan gerakan menunjuk atau menyentuh, hal ini tidak akan berhasil.
 
 Mengapa anak ASD gagal menggunakan pandangan mata sebagai sarana pemetaan cepat jika tidak dibantu dengan gerakan tambahan serta penyajian objek yang sederhana atau menyolok? Pandangan mata dan gerakan pengarah lainnya seperti menunjuk berguna untuk menarik perhatian dan menyatakan maksud. Saat anak melihat ibunya memandang suatu objek sambil mengucapkan kata, anak mungkin mengikuti arahan fisik dari pandangan mata dan menemukan objek itu; anak juga mungkin menyimpulkan bahwa ibu bermaksud untuk menamai objek tersebut. 
 
 Oleh karena itu, kita mungkin bertanya-tanya apakah kegagalan anak ASD menggunakan petunjuk tersebut adalah karena kegagalan mereka untuk mengeksploitasi makna atensi atau maksud. Semakin banyak bukti mendukung penjelasan yang kedua. Parish-Morris dan rekannya berusaha mengisolasi petunjuk maksud sosial dari petunjuk atensi sosial. 
 
 Anak ASD berusia 3 sampai 7 tahun dan dua kelompok anak normal dipasangkan berdasarkan intelegensi nonverbal mereka atau tingkat partisipasi kosa kata dalam suatu tugas pembelajaran kata yang bergantung pada membaca maksud sosial. Seorang penguji berpura-pura tidak berhasil mencari sebuah parlu dari dalam kantong. Ia kemudian meminta anak untuk mencarinya ke dalam kantong. Anak harus menyimpulkan bahwa objek yang tidak dikenalnya di dalam kantong pastilah yang dimaksud si penguji, meskipun ia tidak pernah melihatnya tetapi pada saat bersamaan mendengar namanya. 
 
 Tidak seperti dua kelompok pembanding, kelompok ASD tidak berhasil menyelesaikan tugas ini. Hal ini menunjukkan bahwa anak dengan ASD mengalami kesulitan menggunakan kombinasi petunjuk yang rumit seperti ekspresi bahasa dan wajah yang mungkin memperlihatkan kekecewaan karena tidak menemukan benda, yang menunjukkan maksud si penguji.
 
 Pemetaan lambat dan ekstensi
 Sementara kita mulai memahami lingkungan yang mendukung atau mempersulit pemetaan cepat pada anak ASD, kita hanya sedikit mengetahui tentang pemetaan lambat dan ekstensi kata pada mereka. Dua penelitian pada 1980-an menunjukkan bahwa anak dengan ASD, seperti anak lainnya, mengetahui bahwa kata-kata dapat meluas ke semua kategori. Pada penelitian tersebut, anak ASD memberikan hasil sama dengan sebayanya yang setara IQ dan kemampuan bahasanya saat diminta memisahkan benda sesuai kategori atau menamai kategori dan anggotanya. Penelitian yang lebih baru memastikan hasil yang baik pada remaja dan dewasa dengan ASD pada tugas yang mengharuskan pembuatan anggota kategori “hewan”.
 
 Dalam laboratorium kami, kami mengumpulkan bukti mengenai hasil proses pemetaan lambat, tidak hanya prosesnya itu sendiri. Secara khusus, kami menemukan bahwa beberapa anak ASD, berusia 9-13 tahun, memiliki pemahaman yang agak dangkal tentang makna kata. Bukan karena mereka tidak mengenal kata; tetapi lebih karena mereka tidak mengetahui dengan seutuhnya. Padahal, kami menemukan bahwa anak ASD lain memiliki pengetahuan makna kata, berdasarkan usia dan IQ, yang sangat kaya.
 
  Pada 2005, Norbury menggambarkan kesimpulan yang sama. Ia tidak menyelidiki kedalaman pengetahuan kata, tetapi lebih memfokuskan pada fleksibilitas pengetahuan kata. Secara khusus, ia menanyakan anak ASD berusia 9-17 tahun tidak hanya makna kata yang dominan (misalnya, bank sebagai tempat menyimpan uang) tetapi juga makna sekundernya (misalnya bank [dalam bahasa Inggris], sebagai tepian sungai). Seperti kami, ia menemukan bahwa beberapa anak ASD memiliki pengetahuan makna sekunder yang terbatas tetapi yang lainnya memiliki pengetahuan yang sesuai usianya.
 
 Ini adalah penemuan yang menggembirakan karena mereka menunjukkan bahwa karakteristik defisit sosial dari autisme tidak selalu membatasi keberhasilan pemetaan lambat dan ekstensi makna kata. Tetapi bagaimana dengan anak yang memiliki keterbatasan ini? Penelitian pada balita yang sedang berkembang pada umumnya menunjukkan bahwa memperjelas petunjuk dapat meningkatkan pemetaan lambat dan ekstensi. Horst dan Samuelson melakukan empat eksperimen di mana anak usia 2 tahun diberikan nama benda yang tidak familiar, diuji dengan segera, dan diuji lagi 5 menit kemudian. 
 
 Di keempat eksperimen, para peserta tidak mengalami kesulitan dalam pemetaan cepat memasangkan kata dengan benda. Di lain pihak, mereka dapat mempertahankan atau memperluas nama lebih baik dari sekedar kebetulan dibandingkan pada eksperimen yang melibatkan manipulasi objek baru dan penamaan langsung. 
 
 Dengan kata lain, jika penguji sangat langsung memperlihatkan, menunjuk, dan melabel objek, anak akan dapat memperluas nama objek tersebut menjadi anggota kategori lain dan mempertahankan namanya setelah interval 5 menit. Booth dan rekan memberikan anak usia 2 tahun dengan dua objek baru beserta namanya. 
 
 Pada beberapa anak, penguji hanya memandang ke objek target saat menamainya, sedangkan pada anak lain, penguji memandang dan menunjuk, pada anak yang lain lagi, penguji memandang, menunjuk, dan memainkan objek. Semakin nyata gerakan, dari pandangan, tunjukan, dan manipulasi, ekstensi dan retensi kata baru pada balita selama periode 3-5 hari semakin meningkat, dengan perbedaan terbesar pada pandangan dan tunjukan vs pandangan saja. 
 
 Pada 2005, Capone dan McGregor menemukan bahwa balita mengingat kata baru lebih mudah dan memiliki pengetahuan makna kata lebih dalam jika kata tersebut diajarkan dalam konteks gerakan yang menekankan makna (misalnya, bentuk atau fungsi) objek dibandingkan bila kata dan objek yang sama diajarkan tanpa bantuan gerakan. Meskipun terlalu jauh untuk mengasumsikan bahwa strategi yang sama akan mendukung pemetaan lambat dan ekstensi pada anak ASD, strategi ini memang menggunakan modalitas visual, yang merupakan sarana yang kuat bagi anak ASD.
 
 Kesimpulan
 Secara singkat, mengingat pembelajaran kata bergantung pada kemampuan membaca petunjuk sosial dari individu lain, anak dengan ASD akan mengalami kesulitan dalam melakukannya. Kita mengetahui bahwa anak-anak ini memiliki kesulitan dalam pemetaan cepat dalam situasi di mana petunjuk atensi sosial yang halus seperti pandangan mata atau petunjuk sosial yang lebih rumit ke arah maksud menentukan keberhasilan. 
 
 Kami memiliki sedikit bukti yang menunjukkan bahwa ketidakmampuan membaca petunjuk sosial membatasi pemetaan lambat dan ekstensi kata; tetapi sekali lagi, kami memiliki sedikit bukti mengenai proses-proses ini. 
 
 Kami menemukan bahwa beberapa anak ASD dapat dan memang mengalami perkembangan pengetahuan makna kata sesuai usianya, dan, untungnya, peneliti lain memperoleh hasil yang sama. 
 
 Kami tidak mengetahui dengan pasti cara terbaik untuk membantu anak yang mengalami kendala dalam proses pembelajaran kata, tetapi literatur menunjukkan bahwa anak dengan ASD, seperti halnya anak lain yang sedang berkembang pada umumnya, akan belajar lebih baik dalam lingkungan di mana kompleksitas informasi yang masuk dikurangi dan petunjuk atensi yang penting diperjelas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar