Kembali dengan pembahasan tentang
autisme menurut wikipedia. Semoga para bunda tidak bosan yaaa. heheheee..Karena
di sini saya ingin mengulas secara detail tentang hal ini. Dan di blog
bundagaul.com ini , diharapkan semua informasi tentang autisme, bunda semua
bisa dapatkan di bundagaul.com ini. Dan juga info menarik yang lain tentunya.
Autisme dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis
gangguan dibawah payung PDD di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). yang antara lain yaitu:
- Autistic Disorder (Autism) Muncul
sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam
interaksi sosial, komunikasi
dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku
stereotip pada minat dan
aktivitas.
- Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan
interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas
yang terbatas, secara umum
tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki
tingkat intelegensia
rata-rata hingga di atas rata-rata.
- Pervasive Developmental Disorder –
Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada istilah
atypical autism, diagnosa
PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan
kriteria pada diagnosa
tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
* Rett’s Syndrome Lebih sering
terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki.
Sempat mengalami perkembangan
yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan
kemampuan yang dimilikinya;
kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan
gerakkan-gerakkan tangan yang
berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.
* Childhood Disintegrative Disorder
(CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun
pertama usia perkembangan
kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah
dicapai sebelumnya.
* Diagnosa Pervasive Develompmental
Disorder Not Otherwise Specified (PDD – NOS) umumnya
digunakan atau dipakai di
Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik
autisme pada seseorang
(Howlin, 1998: 79). National Information Center for Children and Youth
with Disabilities (NICHCY) di
Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah
gangguan perkembangan yang
cenderung memiliki karakteristik serupa dan gejalanya muncul
sebelum usia 3 tahun.
Keduanya merupakan gangguan yang bersifat neurologis yang memengaruhi
kemampuan berkomunikasi,
pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan
orang lain. Ketidakmampuan
beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon yang tidak
wajar terhadap pengalaman
sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme.
Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV
A. Interaksi Sosial :
- Tidak mampu menjalin
interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh,
gerak-gerik kurang
tertuju
- Kesulitan bermain dengan
teman sebaya
- Tidak ada empati, perilaku
berbagi kesenangan/minat
- Kurang mampu mengadakan
hubungan sosial dan emosional 2 arah
B. Komunikasi Sosial :
- Tidak/terlambat bicara,
tidak berusaha berkomunikasi non verbal
- Bisa bicara tapi tidak untuk
komunikasi/inisiasi, egosentris
- Bahasa aneh &
diulang-ulang/stereotip
- Cara bermain kurang
variatif/imajinatif, kurang imitasi social
C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan
bermain imaginatif :
- Mempertahankan 1 minat atau lebih
dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas
dan fokusnya
- Terpaku pada suatu kegiatan
ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
- Ada gerakan-gerakan aneh yang khas
dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-
bagian tertentu dari suatu
benda
Gejala autisme dapat sangat ringan
(mild), sedang (moderate) ,hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin
tidak menyadari seluruh keberadaannya.
Parah atau ringannya gangguan
autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh
para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan
kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti
diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang
dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism.
Sementara mereka yang menunjukkan
fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan
bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang
umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism.
Dua dikotomi dari karakteristik
gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun
model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya
melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang
autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik
pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki
intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi,
apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera
diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Referensi baku yang digunakan secara
universal dalam mengenali jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak adalah
ICD (International Classification of Diseases) Revisi ke-10 tahun 1993 dan DSM
(Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang keduanya sama
isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan Perkembangan Perpasiv (Pervasive
Developmental Disorder/PDD): Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih
dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi
Sosial – Komunikasi – Perilaku.
Autisme sebagai spektrum gangguan
maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan
perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi
adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah
berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
- Childhood Autism Rating Scale
(CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat
oleh Eric Schopler di awal tahun
1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat
menggunakan skala hingga 15;
anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang,
penggunaan gerakan tubuh,
adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi
verbal
- The Checklis for Autism in
Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita
yang digunakan untuk
mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen
di awal tahun 1990-an.
- The Autism Screening Questionare:
adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang
digunakan pada anak dia atas
usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial
mereka
- The Screening Test for Autism in
Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang
dikembangkan oleh Wendy Stone
di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu;
bermain, imitasi motor dan
konsentrasi.
Diagnosa yang akurat dari Autisme
maupun gangguan perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan pengamatan yang
menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan kemampuan
perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai
macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga
sangat penting dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai
disiplin ilmu memungkinkan adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat
terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis
ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.
Gejala
Anak dengan autisme dapat tampak
normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua
seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara
tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain.
Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak
responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya
(pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku
repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan
mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif
(baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar
kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi
gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas
dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada
para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap
informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya,
permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada
makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik
yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta
spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
- Hambatan dalam komunikasi, misal:
berbicara dan memahami bahasa.
- Kesulitan dalam berhubungan dengan
orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan
peristiwa-peristiwa yang
terjadi.
- Bermain dengan mainan atau
benda-benda lain secara tidak wajar.
- Sulit menerima perubahan pada
rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
- Gerakkan tubuh yang berulang-ulang
atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Para penyandang Autisme beserta
spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat
intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa di antaranya ada yang tidak
'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga
sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang
memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang
terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu
terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
Terlepas dari berbagai karakteristik
di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi
untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The
National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika
Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya
evaluasi lebih lanjut :
- Anak tidak bergumam hingga usia 12
bulan
- Anak tidak memperlihatkan
kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12
bulan
- Anak tidak mengucapkan sepatah
kata pun hingga usia 16 bulan
- Anak tidak mampu menggunakan dua
kalimat secara spontan di usia 24 bulan
- Anak kehilangan kemampuan
berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu
- Adanya kelima ‘lampu merah’ di
atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi
karena karakteristik gangguan
autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus
mendapatkan evaluasi secara
multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi
Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.
Prevalensi Individu dengan autisme
Diperkirakan terdapat 400.000
individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an, bayi-bayi yang
lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian
Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran
saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil,
ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan
gejala autis. National Information Center for Children and Youth with
Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000
mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne:
2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum
Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000
penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat.
Di Inggris, data terbaru adalah:
62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih
sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan.
Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli
terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka
pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini.
Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi;
kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat
biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 – 27
Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:
- Genetic susceptibility – different
genes may be responsible in different families
- Chromosome 7 – speech / language
chromosome
- Variety of problems in pregnancy
at birth or even after birth
Meskipun para ahli dan praktisi di
bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan
penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil
penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan
oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak
menginginkan anak ketika hamil.
Implikasi Diagnosa Autisme
Secara historis, diagnosa autisme
memiliki persoalan; suatu ketika para ahli dan peneliti dalam bidang autisme
bersandarkan pada ada atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti
tampaknya berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai
continuum autism. Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya
descriptive approach to diagnosis. Ini adalah suatu pendekatan deskriptif dalam
mendiagnosa sehingga menyertakan pengamatan-pengamatan yang menyeluruh di
setting-setting sosial anak sendiri. Settingya mungkin di sekolah, di
taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai lingkungan sehari-hari anak
dimana hambatan maupun kesulitan mereka tampak jelas di antara teman-teman
sebaya mereka yang ‘normal’.
Persoalan lain yang memengaruhi
keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa
perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang
tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika
keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya
interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan
persoalan-persoalan perilaku mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para
orang tua. Pertanyaan selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar
diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh terpisah
dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk? Perlu adanya sebuah model
diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi
hambatan-hambatan dan kesulitan anak sebagaimana juga terhadap
kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat
bila kemudian disarankan agar para profesional di bidang autisme juga
mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal anak, penampilan
anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-fungsi sensorisnya,
kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat
sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri
anak sendiri.
Bagi para orang tua dan keluarga
sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme bersifat individual; akan
berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning
atau dianggap sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk
menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari
bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti
pada ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta
potensi-potensi yang ada pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat
disebutkan beberapa penyandang autisme yang mampu mengembangkan bakat dan
potensi yang ada pada diri mereka, misalnya: Temple Grandine yang mampu
mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis sehingga
menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang mampu
mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi
seorang penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu
mengembangkan kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi
seorang pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain
yang dapat menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada akhirnya, sebuah label
dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna bila mampu memberikan petunjuk bagi
para orang tua dan pendidik mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang
anak. Label yang menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan
pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.
Perkembangan Penelitian Autisme
Tahun 1960 penanganan anak dengan
autisme secara umum didasarkan pada model psikodinamika, menawarkan harapan
akan pemulihan melalui experiential manipulations (Rimland, 1964). Namun
demikian model psikodinamika dianggap tidak cukup efektif. Pada pertengahan
tahun 1960-an, terdapat sejumlah laporan penelitian bahwa pelaku psikodinamik
tidak dapat memberikan apa yang mereka janjikan (Lovaas, 1987). Melalui
berbagai literatur, dapat disebutkan beberapa ahli yang memiliki perbedaan
filosofis, variasi-variasi treatment dan target-target khusus lainnya, seperti:
Rimland (1964): Meneliti
karakteristik orang tua yang memiliki anak dengan autisme, seperti: pekerja
keras, pintar, obsesif, rutin dan detail. Ia juga meneliti penyebab autisme
yang menurutnya mengarah pada faktor biologis.
Bettelheim (1967): Ide penyebab
autisme adalah adanya penolakan dari orang tua. Infantile Autism disebabkan
harapan orang tua untuk tidak memiliki anak, karena pada saat itu psikoterapi
yang sangat berpengaruh, maka ia menginstitusionalkan 46 anak dengan autistime
untuk keluar dari stress berat. Namun tidak dilaporkan secara detail kelanjutan
dari hasil pekerjaannya tersebut.
Delacato (1974): Autisme disebabkan
oleh Brain injured. Sebagai seorang Fisioterapi maka Delacato memberikan
treatment yang bersifat sensoris. Pengaruh ini kemudian berkembang pada Doman
yang dikemudian hari mengembangkan metode Gleen Doman.
Lovaas (1987): Mengaplikasikan teori
Skinne dan menerapkan Behavior Modification kepada anak-anak berkebutuhan
khusus, termasuk anak dengan autistisme di dalamnya. Ia membuat program-program
intervensi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang dilakukannya di UCLA. Dari
hasil program-program Lovaas, anak-anak dengan autisme mendapatkan program
modifikasi perilaku yang kemudian berkembang secara professional dalam
jurnal-jurnal psikologi.
Hingga saat ini terdapat banyak
program intervensi perilaku bagi anak dengan autisme, setiap program memiliki
berbagai variasi dan pengembangan-pengembangan sendiri sesuai dengan
penelitian-penelitan dilakukan. Perkembangan studi mengenai autisme kemudian
disampaikan oleh Rogers, Sally J., sebagaimana disebutkan di bawah ini:
1960s Heavy emphasis on causes
of autism, correlates of autism
1970s Heavy emphasis on
assessment, diagnosis: emerging literature on treatment
1980s Heavy emphasis on
functional assessment and treatment, school-based services
1990s Heavy emphasis on social
interventions, assessment, school-based services
2000s Litigation, school-based
services
Tidak ada komentar:
Posting Komentar